Dendam Kembang Api

Sebuah Cerpen Karya : Al Arudi

0

Badri mendatangi alun-alun kota untuk menyaksikan  malam pergantian tahun yang diwarnai penuh kemeriahan kembang api. Setiap sudut alun-alun  terdapat kursi terbuat dari bahan adukan pasir dan semen dipenuhi anak-anak muda yang asyik bercengkrama. Mereka yang tak kebagian tempat duduk pun rela berdiri berdesakan, walaupun asap rokok dan bau keringat menyerbu rongga hidung mereka. Di ujung alun-alun sudah berdiri sebuah panggung yang berisi para pemain musik dan biduan yang sedang beraksi. Dentuman musik. dan merdunya suara biduan mewarnai kegembiraan seluruh orang yang hadir di alun-alun.

Badri berjalan menuju ke tengah alun-alun sambil menyelip- nyelip di tengah keramaian. Wajah Badri dan orang-orang itu hanya nampak samar-samar, karena alun-alun hanya diterangi oleh lampu-lampu taman yang temaram.

Suara terompet beradu dengan suara petasan serta kembang api yang umumnya dimainkan oleh anak-anak kecil dan orang dewasa yang masih suka bertingkah seperti anak kecil.

Setiap melihat kembang api rasa geram dan dendam yang bersemayam dalam hati Badri bangkit kembali bagai harimau yang mendadak terbangun dari tidurnya karena mendengar suara mangsanya mendekat. Dendam kesumat di hati Badri terhadap kembang api semakin menjadi-jadi, ketika malam pergantian tahun sudah mencapai puncaknya. Percikan bunga api menyebar di udara menjadikan suasana alun-alun yang remang-remang tiba-tiba menjadi terang-benderang.

Dalam hati Badri, dengan percikan bunga api itulah dia ingin melampiaskan dendamnya. Sorot matanya tajam seperti mata harimau memperhatikan percikan bunga api di udara dan orang yang sedang menembakkan kembang api itu. Dari sorot mata Badri tampak bahwa dendamnya tidaklah main-main. Dia yakin jika dendamnya di lampiaskan, seluruh kota tempatnya tinggal akan gempar, karena berita di surat kabar daerah maupun media sosial akan menayangkan khabar yang mengerikan.

Dendam Badri kepada kembang api  diawali dari kejadian setahun yang lalu, yang menjadi musibah dan sejarah besar dalam hidupnya. Kejadian itu juga terjadi pada malam pergantian tahun.

Saat itu Badri baru pulang bekerja sebagai seorang Satpam di sebuah pabrik korek api gas milik sebuah perusahaan swasta. Saat Badri memasuki pekarangan rumahnya yang  dikelilingi oleh sejenis tanaman yang  biasa digunakan untuk pagar, api sudah berkobar-kobar melahap dinding rumahnya yang sebagian terbuat dari kayu. Suara berderak yang ditimbulkan oleh patahnya kayu rangka atap yang dilalap api memilukan hati Badri. Dinginnya udara malam di sekitar rumah Badri berganti dengan panasnya uap api yang berkobar.

Dengan gegas Badri menerobos kerumunan orang-orang yang memenuhi halaman rumahnya. Sebagian tetangga terdekat ada juga yang mencoba membantu memadamkan api, namun sia-sia karena jumlah air yang mereka gunakan tidak seimbang dengan besarnya si jago merah. Pak RT sudah menghubungi Dinas Kebakaran Kota, tapi api lebih dahulu melahap rumah Badri ketimbang petugas Damkar melenyapkan api. Namun di antara orang-orang itu lebih banyak jadi penonton ketimbang penolong.

“Ibuuuu…! Ibuuuu…!Ibuuuu…!” Badri memanggil-manggil  ibunya dengan histeris sambil berusaha menyiram api yang sudah besar dengan seember air yang dia ambil dari sumur di samping rumah. Tapi usahanya sia-sia belaka karena seember air tidak ada artinya bagi kobaran api yang sudah begitu besar.

Badri terus manggil ibunya dengan suara yang sangat memilukan hati para tetangga-tetangganya yang menyaksikan kejadian itu. Badri sadar bahwa setiap dia pulang bertugas ibunya selalu sudah tidur di atas dipan kayu dengan kasur kapuk. Ibunya yang sudah berumur tujuh puluh lima tahun itu memang lebih suka kasur kapuk ketimbang kasur busa. Alasannya kasur busa panas dan menimbulkan gerah di tubuh tuanya.

Dalam keadaan tegang dan panik Badri berniat menerobos api untuk menemui ibunya di dalam rumah. Tapi Pak RT cepat menarik tangan Badri agar Badri mengurungkan niatnya menerobos kobaran api. Sebab jika itu dilakukan, akan sangat berbahaya bagi keselamatan Badri.

Setelah anggota pemadam kebakaran datang mereka langsung memadamkan api dengan air yang keluar dari selang yang terhubung dengan tanki air di mobil.

Saat api padam, Badri berteriak histeris sambil duduk tersungkur menyaksikan rumahnya tinggal puing-puing yang sudah hangus terbakar. Dan yang paling memilukan hati Badri ketika melihat wanita tua melahirkannya sudah gosong di bawah reruntuhan papan dan kayu yang sudah menjadi arang. Air matanya mengalir tak terbendung menetes di atas tanah tempat dia menangisi nasib ibunya. Hingga kapanpun kejadian yang menghilangkan nyawa satu-satunya wanita tua yang paling disayanginya itu takkan pernah sirna dari kehidupan Badri.

Hasil penyelidikan dari Tim Polsek yang menangani kasusnya, kebakaran itu disebabkan oleh percikan api yang berasal dari kembang api yang ditembakkan pada malam tahun baru. Namun tidak dapat diketahui dengan pasti siapa yang telah menembakkan kembang api ke rumah Badri. Sebab pada setiap malam pergantian tahun banyak anak-anak dan orang dewasa yang kekanak-kanakan bermain kembang api di lingkungan sekitar tempat tinggal Badri.

Sejak saat itu timbullah rasa dendam di hati Badri kepada kembang api. Setiap kali Badri melihat orang  bermain kembang api, ingin rasanya Badri membunuh orang itu dengan cara membakarnya, agar tubuh orang itu gosong seperti tubuh ibunya.
***
Di malam pergantian tahun kali ini Badri ingin mewujudkan demdam di hatinya yang sudah satu tahun bersarang di dadanya. Badri memisahkan diri dari kerumunan orang-orang yang bagaikan  anai-anai berwarna hitam di atas selembar  papan kayu yang lapuk itu.

Badri akan menghanguskan gudang atau pun pusat peredaran kembang api bersama pemiliknya hingga jadi abu. Badri tidak mau melampiaskan kepada pedagang kembang api eceran yang sering mangkal di trotoar pinggir jalan. Harapan Badri, jika gudang pusat kembang api dan pemiliknya hangus menjadi arang, tidak ada lagi peredaran kembang api di kotanya. Selain itu hatinya akan merasa puas karena dendam atas kematian ibunya sudah terbayar. Dia tidak perduli apakah ibunya di alam kubur sana merestui atau tidak atas tindakannya itu.

Badri tidak perlu berlama-lama mencari di mana letaknya gudang kembang api beserta rumah pemiliknya. Gudang kembang api dan rumah pemiliknya adalah dua bangunan yang bergandengan. Sudah satu tahun Badri berusaha mencari tahu dimana lokasi gudang kembang api itu. Dan diapun sudah mencari tahu siapa pemiliknya dari para pengecer kembang api pinggir jalan. Malam ini dia tinggal merealisasikan rencananya yang sudah terpendam di kepala dan hatinya selama satu tahun.

Pemilik gudang kembang api seorang lelaki memiliki perut buncit, berkulit putih dan bermata sipit serta kedua buah lengannya gembung dipenuhi lemak. Dia biasa dipanggil Touke Aliong oleh orang-orang di Kota Pinang. Dia memiliki usaha tambang timah inkonvensional. Namun rupanya Toke Aliong juga memiliki usaha agen gudang kembang api dan mercon terbesar di Kota Pinang.

Touke Aliong memiliki banyak relasi dan kenalan dengan para petinggi daerah di Kota Pinang. Hal itulah setiap urusan bisnis yang dia butuhkan menjadi lancar tanpa hambatan, baik yang legal maupun ilegal.

Badri berjalan kaki menuju ke kios bensin eceran yang masih buka pada pada tengah malam. Untuk mewujudkan rencananya, dia sengaja berjalan kaki agar lebih leluasa dalam beraksi. Bau khas bensin menerobos rongga hidungnya saat pedagang menuangkannya ke dalam kantong plastik yang sudah disiapkan oleh Badri. Badri yakin dengan sekantong bensin ini sanggup membuat gudang kembang api serta pemiliknya menjadi gosong seperti jazad ibunya setahun yang lalu.

Badri juga berharap dengan lenyapnya gudang kembang api serta pemiliknya, akan tidak ada lagi orang bermain kembang api serta mercon yang bisa menyebabkan kebakaran seperti yang pernah dia alami. Jika aparat keamanan daerah Kota Pinang tidak melarang peredaran dan permainan kembang api, biarlah dia yang akan mengambil tindakan sendiri.

Baderi menyusuri jalan protokol yang menuju ke arah gudang kembang api dan rumah Touke Aliong. Jarak gudang kembang api dan rumah Touke Aliong kurang lebih lima ratus meter dari alun-alun kota tempat perayaan malam pergantian tahun.

Dari jalan protokol Badri berbelok kearah kanan menyusuri jalan kecil yang hanya bisa dilalui satu kendaraan roda empat saja.  Di kiri dan kanan jalan hanya terdapat bidang tanah kosong yang ditumbuhi semak setinggi pinggang orang dewasa. Hanya terdapat sebuah lampu penerang yang dipasang pada tiang pipa dari besi lebih kecil dari tiang listrik PLN, sehingga suasana tidak terlalu terang. Hembusan angin malam mencumbu semak-semak beradu dengan suara nyanyian serangga malam membuat suasana ditempat itu mencekam. Suasana seperti ini lah yang diharapkan Badri agar tidak ada orang lain yang mengetahui aksinya menjelang dini hari ini. Dalam hati Badri bertanya tanya, entah mengapa orang kaya seperti Touke aliong mau memilih lokasi tempat tinggal seperti ini.

Badri terus menyelusuri jalan hingga akhirnya dia berada di depan sebuah rumah besar bertingkat tiga dengan suasana sunyi. Di sekeliling rumah  terdapat pagar tembok setinggi dua meter dengan pintu masuk terbuat dari besi berbentuk jeruji. Di halaman rumah terdapat taman dan patung tempat keluar air mancur. Di sekeliling taman tampak lampu-lampu kecil yang sebagian sudah tidak menyala lagi. Rumah tersebut bersambung dengan sebuah bangunan lagi dengan bentuk memanjang layaknya sebuah gudang. Dalam hati Badri dia yakin sebentar lagi bangunan itu akan dipenuhi api yang bergejolak serta asap tebal hitam yang membumbung ke udara.

Di sudut sebelah kiri halaman rumah, Badri melihat ada sebuah gardu Satpam dalam keadaan kosong dan diterangi oleh bola lampu pijar lima watt. Aneh pikir Badri. Rumah seperti ini gardu Satpamnya kosong. Mungkin satpamnya lagi ke toilet atau tidak masuk kerja  karena sakit ataupun sedang libur. Badri menyelidiki situasi sekitar bangunan dari luar. Kemudian dia langsung menyusuri tembok yang ada di samping bangunan dan berbelok ke arah tembok yang berada di belakang bangunan.

Suara serangga malam terus meringkik menghiasi malam yang sunyi. Dada Badri terasa panas, darahnya mendidih saat dia ingat kejadian yang telah menghilangkan nyawa ibunya. Atas desakan perasaan itu keinginannya untuk membumihanguskan gudang kembang api dan pemiliknya semakin bernafsu.

Besok awal tahun baru masyarakat Kota Pinang akan gempar dengan berita hangusnya gudang kembang api bersama pemiliknya, Tauke Aliong. Tapi ada satu hal yang terlepas dari pemikiran Badri, bahwa seorang pengusaha seperti Touke Aliong tidak hanya memiliki satu rumah. Dia memiliki rumah lain yang secara bergantian dia tempati sekehendak hatinya.

Dari tembok belakang ada sebuah pintu kecil terbuat dari besi yang dirangkai menjadi petak-petak kecil. Badri memanjat pintu pagar itu secara perlahan-lahan dengan kaki dan tangannya yang kekar. Matanya yang tajam seperti mata burung elang memastikan  sekelilingnya apakah ada orang lain atau tidak. Setelah dia yakin tidak ada siapa-siapa, dengan cepat dia memanjat pintu pagar  setinggi dua meter itu, hingga sesaat kemudian dia  sudah berada di balik pagar bagian dalam.
Bangunan gudang kembang api terbuat dari tembok yang seperempat bagian atasnya diberi jeruji dari kawat-kawat baja agar udara bisa masuk.

Bayangan tubuh ibunya seakan -akan menjelma di hadapan mata, sehingga darah Badri semakin mendidih, tubuhnya menegang, dadanya berdebar , sehingga tanpa menunggu lama-lama lagi Badri langsung memulai aksinya.

Dia menyemprotkan bensin yang telah disiapkan ke  dalam gudang melalui lobang jeruji kawat baja yang masih bisa dimasukin tangannya yang cukup kekar. Suara gemericik bensin  tidak ada orang lain yang mendengar, kecuali telinganya sendiri. Suara percikan bensin tertutupi oleh jeritan jangkrik menjelang dini hari.

Kemudian Badri mengeluarkan obat nyamuk. Dia akan membakar obat nyamuk bakar dan melemparkannya ke dalam bagian gudang yang sudah disiram bensin. Bara api dari obat nyamuk batangan akan menyambar bensin dan perlahan-lahan api akan membesar dan membakar semua kembang api bahkan apa saja yang ada di gudang itu; kemudian merambat ke bangunan rumah dan menghanguskan tubuh Touke Aliong. Api akan berkobar dahsyat dan asap tebal membumbung ke udara diselingi ramainya suara kembang api dan mercon yang saling bersahutan seperti suara desingan peluru tentara di tengah berkecamuknya perang.

Ternyata alangkah besarnya kekecewaan Badri, ketika hendak menyulut api ke obat nyamuk bakar, dia lupa membawa korek api. Dia merogoh semua saku yang ada pada celana, baju serta jaket hitam yang dia pakai hingga ke sudut-sudut bagian dalamnya, namun dia hanya merogoh udara kosong di sakunya.

Karena kecewa dengan keteledorannya, dia memukul-mukul jidatnya sendiri dengan telapak tangannya, sambil menyumpahi entah ditujukan kepada siapa.
“Bangsattt…! Setaaaan…! Anjing kurap…!” Wajahnya berubah merah dan napasnya tertahan karena menahan rasa kecewanya yang sangat dalam. Badri sempat berjalan mondar-mandir di sekitar gudang ditemani rasa kecewa kepada dirinya sendiri. Dia tidak perduli lagi apakah ada orang lain atau tidak yang melihat dirinya.

Di tengah berkecamuknya rasa dendam yang membara dengan rasa kecewa yang menghantam rongga dada Badri, tanpa dia sadari, dari arah belakang tiga orang keamanan gudang meringkus tangannya. Sedari tadi, tanpa Badri ketahui, tiga orang keamanan gudang itu sudah mengintai gerak-gerik Badri dari dalam sebuah ruangan yang tak diketahui oleh Badri

Keesokan harinya tidak terdengar sedikitpun berita gempar terbakarnya gudang kembang api dan tidak juga ada berita gosongnya tubuh Touke Aliong. Masyarakat hanya fokus pada acara liburan pergantian tahun. Hanya koran daerah yang memberitakan telah tertangkap seorang laki-laki berusia sekitar empat puluh tahun,Berperawakan tegap dan berambut cepak serta berinisial B masuk ke dalam pekarangan Touke Aliong dengan dugaan hendak mencuri.

Dendam yang membara di hati Badri pun tidak pernah padam dan terus berlanjut, walaupun tangannya sudah dililit borgol. Dendam itu akan dipadamkan setelah terbalas pada batas waktu yang Badri sendiri tidak tahu. (*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.

Ada yang bisa kami bantu bro/sis ?